Pages

Friday 2 May 2014

USED TO BE TRADITION (GOLDEN LOTUS FEET)



Salam para pembaca, tahu istilah "lotus emas?" jika belum tahu cari tahu di postingan saya kali ini. Nah, kita pasti tahu banyak hal yang rela dilakukan oleh wanita demi kecantikan mulai dari merias wajah, mengubah model rambut, mencabut alis mata, menggunakan sepatu hak tinggi yang tidak nyaman hingga melakukan operasi atau pembedahan pada anggota tubuh mereka.
Jutaan wanita Cina bahkan melakukan hal yang lebih jauh dan menyakitkan demi kecantikan yaitu mengikat kaki mereka untuk mengubah bentuknya menjadi lebih kecil. Tradisi mengikat kaki ini pertama kali dilarang pada tahun 1912, tetapi masih ada juga yang melakukan tradisi ini baik karena dilakukan oleh orang tua kepada anaknya yang masih kecil atau karena kemauan sendiri. Korban terakhir dari penerapan traidisi ini masih tinggal di Liuyicun, sebuah desa di propinsi Yunnan di China Selatan.

LATAR BELAKANG
Dalam bahasa Etnis Tionghoa, pengikatan kaki disebut "chanzu", tetapi banyak juga yang menyebutnya jinlian yang artinya 'bunga lotus emas'. Hal tersebut disebabkan kaki wanita yang diikat akan menyerupai bunga lotus yang belum mekar.
Ukuran kaki wanita ideal bagi mereka adalah bila berukuran kurang lebih 12 cm sampai 15 cm saja. Kaki yang sempurna adalah kaki yang ukurannya 7,5 cm. Kaki tersebut akan mendapat julukan "sancun jinlian", atau golden lotus atau teratai emas.
Tidak ada catatan resmi sejak kapan tradisi ini dimulai, yang ada hanya cerita rakyat dan legenda yang menceritakan bagaimana tradisi aneh ini dimulai. Ada yang mengatakan bahwa tradisi ini mulai dikenalkan pada masa Dinasti Tang/Tangchao (618-907) di abad ke-10. Lalu, mulai menyebar pada zaman Dinasti Song (960-1297), namun sebatas di kalangan wanita bangsawan.
Tradisi ini mulai dikenal luas dan diikuti oleh semua lapisan masyarakat pada zaman Dinasti Ming (1368-1644) dan Dinasti Qing (1644-1911) hingga akhirnya mulai dilarang saat Revolusi Sun Yat Sen pada 1911.
Meskipun demikian, ada juga kelompok yang menghindari tradisi ini, seperti etnik Manchu dan Hakka. Mereka menghindari tradisi ini bukan karena alasan kemanusiaan, melainkan karena mereka kelompok paling miskin dalam kasta sosial Etnis Tionghoa, sedangkan “mengikat kaki” identik dengan kalangan istana. Akibat tradisi ini, lebih dari satu milyar wanita Etnis Tionghoa telah menjadi korbannya.

WANG LIFEN
Wang Lifen
Seorang penulis bernama Yang Yang menulis buku tentang wanita yang melakukan tradisi ini. Salah satu wanita yang diamatinya adalah Wang Lifen. Wang Lifen baru berusia 7 tahun ketika ibunya mengikat kakinya. Jari kakinya diikat dibawah telapak kakinya dengan perban. Setelah ibu Wang meninggal, Wang melanjutkan tradisi ini pada dirinya sendiri hingga jarak antara jari kaki dan tumitnya semakin dekat. Pada awalnya memang sakit sekali namun lama-kelamaan tidak terasa sakit lagi.
Setelah Wang dewasa, ia mendapatkan calon suami. Calon mertua Wang meminta bantuan mak comblang untuk mencarikan wanita yang kakinya diikat untuk menjadi calon istri bagi anaknya. Tidak lama setelah Wang dipertemukan dengan calon suaminya mereka pun segera menikah. Nasib Wang yang kurang beruntung, ternyata suaminya itu merupakan seorang pecandu ganja.
Kaki Wang Lifen
Wang tergencet dalam dua keadaan si satu sisi, ia mendapat suami yang ternyata seorang pencandu dan di sisi lain tradisi itu sudah dilarang dan ketika era komunis dimulai wanita harus bekerja di bidang pertanian sehingga mereka semakin dikucilkan. Pada saat itu memang sulit bagi wanita untuk tidak menjalankan tradisi itu, seluruh warga desa mengatakan bahwa wanita harus mengikat kakinya jika tidak ia hanya akan bisa menikah dengan suku dari etnis minoritas.



PROSES PENGIKATAN

Kaki Yang Diikat dan Kaki Normal
Tradisi ini dijalankan sejak masih anak-anak karena tulang anak-anak lebih lentur dibanding tulang orang dewasa. Pada saat itu, wanita yang tidak menjalankan tersebut akan susah mencari jodoh karena sudah menjadi tradisi bahwa orang tua akan mencarikan anak laki-lakinya calon istri yang kakinya kecil.
Sejak si gadis kecil berusia 2 tahun, proses pengikatan sudah bisa dimulai. Untuk masyarakat desa, biasanya pengikatan baru dimulai pada usia 13 tahun karena mereka harus membantu orang tua untuk mengurus sawah dan perkebunan.
Namun, tidak ada yang memulainya di atas usia 13 tahun karena tulang kaki sudah menjadi tulang keras yang sulit dibentuk. Berbeda dengan usia di bawah 13 tahun yang tulang kakinya masih merupakan tulang rawan.
Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
1. Perendaman
Proses pengikatan dimulai dengan merendam kaki dengan campuran air panas, darah hewan, dan berbagai ramuan tumbuh-tumbuhan, dengan tujuan untuk melembutkan kulit.
Namun, ada juga yang memasukkan kaki ke dalam perut domba. Kemudian, dibiarkan selama kurang lebih dua jam dengan tujuan yang sama.
2. Pengikatan
Proses pengikatan dimulai dengan menyiapkan sepatu berbahan kain merah (simbol keberuntungan). Panjang sepatu kain tersebut ± 4-7 cm. Pemakaian sepatu ini harus melalui upacara keagamaan yang dilakukan di musim gugur agar pada musim dingin nanti kaki menjadi mati rasa.
3. Pemijatan
Setelah kaki direndam, proses selanjutnya adalah pemijatan. Kaki dipijat dan digosok dengan tujuan untuk menghilangkan kulit mati dan untuk mencegah timbulnya infeksi kuku kaki dipotong sependek mungkin.
4. Pemberian Tawas
Pemberian tawas dimaksudkan agar jaringan kulit dan pembuluh darah mengerut. Tawas disebar di antara jari-jari kaki. Adanya tawas juga dapat mengurangi risiko pendarahan dan pembusukan akibat keringat.
5. Pembalutan
Kain yang akan digunakan direndam terlebih dahulu dalam darah ataupun ramuan tumbuh-tumbuhan, sama seperti saat merendam kaki. Saat kain masih basah, segera balutkan ke empat jari kaki dan lipat ke arah telapak kaki. Kemudian, pembalut ditarik kearah berlawanan menuju tumit sehingga menekan tumit dan jari-jari kaki secara bersamaan. Ketika pembalut kering, ikatan kaki akan menjadi semakin erat.
6. Penjahitan
Terakhir adalah proses penjahitan. Kain yang telah membungkus kaki diikat di beberapa tempat. Maksudnya agar mencegah terurainya kain dan ikatannya.
Setiap dua atau tiga hari sekali, ikatan akan dibuka, kaki akan dicuci dan dipakaikan tawas. Kemudian, diikat kembali dengan lebih erat. Agar mendapatkan hasil sempurna, si gadis kecil dipakaikan sepatu khusus dan dipaksa untuk berjalan berkeliling.Tradisi yang aneh dan menyakitkan bukan?

DAMPAK 
Tidak sedikit wanita yang menyesal karena telah mengikat kakinya. Dampak yang disebabkan dari mengikat kaki mereka adalah mereka tidak bisa menari, tidak dapat bergerak dengan baik.
Wanita pada masa itu mengikat kakinya dengan kain perban yang panjangnya sekitar 10 kaki. Mereka sulit mencuci kaki, hanya sekali tiap dua minggu sehingga kaki mereka menjadi bau. Wanita menjadi korban tradisi yang tidak memberikan mereka pilihan selain menerapkannya. 

Dampak Mengikat Kaki
Mengikat kaki membuat wanita lebih bergantung pada laki-laki karena sulit bagi wanita yang berkaki kecil untuk bekerja, terutama di ladang. Gerakan wanita yang menjalankan tradisi ini juga menjadi terbatas, sulit untuk berjalan kesana kemari dengan kaki yang terikat ketat, sebagian besar wanita Liuyicun dipaksa untuk melakukan kerja fisik yang berat di akhir 1950-an misalnya menggali waduk, ini adalah pekerjaan yang menghukum cukup bagi wanita biasa , tapi menyakitkan bagi mereka yang kecil , kaki cacat

Sumber Artikel:
http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=8966942
http://idebangga.blogspot.com/2012/11/budaya-asing-foot-binding-tradisi-china.html

Sumber Gambar:
http://www.npr.org/templates/story/story.php?storyId=8966942
http://www.google.com

No comments:

Post a Comment